Hati-Hati Ketika Melaksanakan Transaksi Pembelian Rumah Dan Berikut Pendapat Ulama

9/05/2019

Seseorang (sebut saja ahmad) ingin membeli rumah tipe 36 di kompleks pada developer (yang menciptakan perumahan), ternyata lokasi tanah ia inginkan tersebut telah dibeli orang, dan sudah ada fondasi bangunan. Developer tidak berani menjamin pemilik tanah mau menjual tanahnya. Developer menghubungi pemilik tanah dan ia tidak mau menjual. Akhirnya dida tetapkan untuk mencari rumah di developer lain.

Besoknya pemilik tanah ternyata mau menjual tanahnya. Developer melaksanakan komitmen jual beli dengan pemilik tanah (hanya kedua belah pihak), dan akta tanah diserahkan pemilik tanah kepada pihak notaris atas undangan developer semoga dititipkan ke notaris saja.

Setelah dijelaskan bahwa pemilik tanah mau menjual tanahnya, ia dan developer janjian untuk bertemu untuk berbicara lebih terang lagi. Dan esoknya ia melaksanakan kesepakatan jual beli rumah dengan developer, dengan pembayaran uang muka 120 juta sisanya bayar kredit 1 tahun tanpa riba. Rumah akan selesai dalam 3 bulan.

Setelah bayar uang muka, ia dan developer pergi ke notaris untuk menciptakan surat kuasa tanah atas namanya. Tapi di surat kuasa tanah, surat tanah masih nama pemilik tanah kemudian dikuasakan ke nama pembeli. Pajak untuk biaya surat kuasa tanah di notaris ditanggung oleh developer.

1. Apakah developer menjual tanah yang belum diserahkan kepadanya, lantaran surat tanah masih atas nama pemilik tanah tapi surat tanah dari pemilik tanah sudah diserahkan ke notaris atas undangan developer?

2. Bagaimana kalau developer berbohong mengenai komitmen jual belinya dengan pemilik tanah? ia bertanya status tanah sewaktu akad, apakah sudah menjadi miliknya? Dia menjawab, ya.

3. Developer menyampaikan bahwa kami harus komitmen jual beli sesudah rumah selesai dibangun. Bolehkah komitmen lagi sesudah rumah selesai?

4. Pembeli merasa khawatir komitmen jual belinya sah atau tidak? Karena banyak pendapat ulama berbeda perihal jual beli ibarat ini. Kaprikornus kini apa yang harus pembeli lakukan? sementara rumah sudah 45% dibangun. Dan Selama pembangunan rumah, si pembeli meminta embel-embel materi di luar kesepakatan, bolehkah?

Jawaban
Apabila kita melaksanakan komitmen transaksi dengan seorang developer untuk niat membangun rumah, intinya yakni sama dengan kita melaksanakan komitmen salam dengan perusahaan pengembang perumahan.

Akad salam ini meliputi:

  • Mencarikan tanah dan sekaligus membantu pembiayaannya bagi saudara.
  • Membangunkan rumah / properti yang dikehendaki oleh saudara.

Dalam mengatasi duduk masalah pembiayaan tanah, rupanya developer menerapkan bai' murabahah dengannya. Murabahah diterapkan melalui prosedur jual beli tanah dengan saudara dengan jalan cicilan (muajjalan) yang ditambah margin laba bagi pihak developer.

Selanjutnya, komitmen jual beli tanah antara pihak developer dan pemilik tanah yakni sah dan benar sesuai dengan jasa yang ia tawarkan. Penerimaan kepemilikan antara pihak pertama kepada developer disebut dengan qabdlu hukmy, lantaran belum sampainya perubahan status tanah secara tepat dari hak milik pertama ke developer yang disertai dengan perubahan nama di dalam dokumen kepemilikan tanah.

Demikian juga, komitmen jual beli antara pembeli dan pihak developer yakni sah juga. Akad tersebut itu sah lantaran status tanah tersebut sudah menjadi hak milik developer secara de facto, namun de jure-nya belum.

Apa status surat kuasa dalam komitmen tersebut?


Status surat kuasa ini intinya yakni surat yang berisi keterangan bolehnya bagi pihak yang diberi kuasa untuk melaksanakan tasharruf terhadap tanah yang dikuasakan. Sifat dari surat kuasa ini yakni bukti tertulis bahwa telah terjadi komitmen jual beli antara pihak developer dan pihak kedua. Namun, seiring belum adanya peralihan nama, maka pihak pertama masih berkewajiban mewakili pihak developer mengalihkuasakan hak dari developer ke pembeli. Kewajiban ini didasarkan pada belum sepenuhnya hak milik diberikan kepada developer. Kebiasaan semacam ini sudah umum berlaku di masyarakat. Dengan demikian, hal ini sesuai dengan sabda Rasulillah SAW:

عَنْ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ، إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حراما» رواه أهل السنن إلا النسائي

Artinya: “Dari Amru bin Auf Al-Muzanny RA, dari Nabi SAW, ia bersabda, ‘Perdamaian itu boleh dibina di antara kaum Muslimin kecuali perdamaian dalam rangka mengharamkan masalah halal atau menghalalkan masalah haram. Orang Muslim yakni orang yang senantiasa teguh di atas janjinya kecuali janji mengharamkan masalah halal atau menghalalkan masalah haram. HR Ahli Sunan kecuali An-Nasai,” (Lihat Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy, Bahjatu Qulubil Abrar wa Qurratu ‘Uyunil Akhyar fi Syarhi Jawami’il Akhyar, Wazarutul Auqaf was Syu’unil Islamiyyah, juz I, halaman 92).

Berdasarkan hadits ini, pemakluman pembeli terhadap developer lantaran belum sanggup melaksanakan balik nama yakni hal yang sangat dianjurkan dalam syariat agama kita. Hal ini mengingat, komitmen jual beli tanah memang benar-benar sudah terjadi antara pihak pertama dan developer dan developer dan saudara.

Bagaimana dengan pesan dari pihak developer bahwa sesudah rumah jadi, antara pembeli dengan pihak developer harus melaksanakan komitmen jual beli lagi?

Pesan yang disampaikan oleh developer ini yakni benar, alasannya yakni dilarang ada dua komitmen di dalam satu komitmen transaksi. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Bazzar, dan Al-Thabrany berikut ini:

روى أحمد والبزار والطبراني عن سماك عن عبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود عن أبيه قال: (نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن صفقتين في صفقة

Artinya: “Imam Ahmad, Al-Bazzar dan Al-Thabrany telah meriwayatkan dari Sammak, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari bapaknya, berkata: Nabi SAW melarang dua komitmen didalam satu akad,” (Lihat Majalah Majma’il Fiqhil Islamy, Rabithatul Alamy Al-Islamy, juz X halaman 924).

Dalam kitab yang sama, hadits ini ditafsiri oleh Imam As-Syaukani sebagai larangan melaksanakan dua komitmen di dalam satu transaksi jual beli.

Adapun undangan embel-embel material gres di luar komitmen yang disepakati dalam komitmen salam sejatinya yakni dilarang selagi tidak disyaratkan sebelumnya akan kebolehannya. Namun biasanya, pihak developer selalu menunjukkan keluasan kepada konsumennya terhadap hal tersebut lantaran itu cuilan dari seni administrasi melayani kepuasan konsumen. Dengan demikian, dikembalikan pada nafsul amri, yaitu bahwa dalam praktik jual beli harus ada saling ridha di antara dua orang yang bertransaksi.

Dari banyak sekali keterangan di atas, kami menciptakan jawaban sebagai berikut:

1. Akad transaksi antara pihak pertama dan developer yakni sah. Demikian juga komitmen transaksi antara pihak developer dan pembeli lantaran statusnya yakni sudah hak milik, meskipun masih secara hukmy, dan belum secara tam (sempurna) disebabkan belum ada balik nama.

2. Developer dalam hal ini tidak membohongi pihak konsumen, seiring jawaban pertama di atas.

3. Akad jual beli kedua merupakan hilah keluar dari melaksanakan dua komitmen dalam satu akad. Akad kedua ini merupakan bentuk transaksi baru.

4. Jual belinya dengan pihak developer sudah sah.

5. Bila antara developer dan konsumennya terdapat unsur saling ridha, maka hal tersebut diperkenankan.

Demikian dari kami. Semoga sanggup bermanfaat...

Referensi: www.nu.or.id

0 comments