Seputar Kebiasaan Silaturrahmi Ketika Lebaran Hari Raya Idul Fitri

9/07/2019

Seputar Kebiasaan Silaturrahmi Saat Idulfitri Hari Raya Idul Fitri. Silaturahim merupakan salah satu jadwal utama di momen Idul Fitri atau Idulfitri untuk berkunjung ke keluarga, sanak saudara, tetangga, dan masyarakat dalam tradisi Muslim di Indonesia. Bahkan untuk tujuan menyambung tali kasih ini, masyarakat berbondong-bondong pulang kampung atau pulang kampung setiap tahunnya.

Selain jadwal utama, silaturrahim secara syariat juga merupakan amalan utama alasannya yakni bisa menyambungkan apa-apa yang tadinya putus dalam kekerabatan hablum minannas. Belum lagi keutamaan dari amalan ini yang di antaranya sanggup memperpanjang umur serta melapangkan rezeki.

Terkait substansi silaturrahim ini, Muhammad Quraish Shihab dalam buku karyanya Membumikan Al-Qur’an: Peran dan Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Mizan, 1999: 317) mengungkapkan Sabda Nabi Muhammad.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Laysa al-muwwashil bil mukafi’ wa lakin al-muwwashil ‘an tashil man qatha’ak. (Hadits Riwayat Bukhari)

Artinya: “Bukanlah bersilaturrahim orang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang bersilaturrahim yakni yang menyambung apa yang putus.” (HR Bukhari)

Dari Sabda Nabi Muhammad tersebut, terang termaktub bahwa silaturahim menyambung apa yang telah putus dalam kekerabatan hablum minannas. Manusia tidak terlepas dari dosa maupun kesalahan sehingga menimbulkan putusnya hubungan. Di titik inilah silaturrahim memiliki tugas penting dalam menyambung kembali apa-apa yang telah putus tersebut.

Idulfitri merupakan momen yang paling sempurna bila di hari-hari lain belum bisa menyambungkan apa yang telah putus. Energi kembali ke fithrah turut mendorong insan untuk berlomba-lomba mengembalikan jiwanya pada kesucian. Idul Fitri-lah yang bisa melakukannya.

Meskipun disadari, silaturahim bekerjsama tidak terbatas dilakukan saat Idul Fitri tiba. Manusia mustahil harus menunggu berbulan-bulan hanya untuk meyambungkan apa yang telah putus.

Hal ini didasarkan bahwa batas umur insan tidak ada yang tahu. Tentu insan akan merugi saat nyawa tidak lagi dikandung tubuh namun masih menyimpan salah dan dosa kepada orang lain. Namun, esensi kembali pada kesucian pada momen Idul Fitri menuntut umat Islam mempererat kembali tali silaturahim. Idul Fitri merupakan kesempatan yang baik dan tepat.

Dalam buku yang sama, Quraish Shihab menjelaskan arti silaturahim ditinjau dari sisi bahasa. Silaturrahim yakni kata beragam yang terambil dari kat bahasa Arab, shilat dan rahim. Kata shilat berakar dari kata washl yang berarti menyambung dan menghimpun. Ini berarti hanya yang putus dan terserak yang dituju oleh kata shilat itu.

Sedangkan kata rahim pada mulanya berarti kasih sayang, kemudian berkembang sehingga berarti pula peranakan (kandungan). Arti ini mengandung makna bahwa alasannya yakni anak yang dikandung selalu mendapat curahan kasih sayang.

Salah satu bukti yang paling kasatmata perihal silaturahim yang berintikan rasa rahmat dan kasih sayang itu yakni pinjaman yang tulus. Sebab itu, kata shilat juga diartikan dengan pinjaman atau hadiah. Wallahu ‘alam bisshawab.

Referensi: http://www.nu.or.id/

0 comments