Sudah banyak yang mengulas wacana aneka macam hal terkait binatang kurban menyerupai syarat, jenis, pengertian dan ketentuan serta aturan binatang kurban. Namun disini kita akan membahas hal yang berbeda wacana bagaimana aturan binatang kurban yang cacat ketika penyembelihan, sebab sebagaimana kita ketahui bersama bahwa binatang kurban harus dalam keadaan utuh fisiknya.
Makara ketika binatang qurban dibawa ke daerah lokasi penyembelihan, binatang tersebut mengamuk sampai patah tulang kakinya yang menimbulkan jalannya pincang.
Pertanyaan:
1. Masih bolehkah berqurban dengan binatang tersebut ?
2. Bagaimanakah bila binatang tersebut sudah dijadikan qurban nadzar ?
Jawaban:
1. Jika Kurban sunah dengan binatang cacat (walaupun cacatnya waktu penyembelihan) maka hukumnya TIDAK SAH dan tidak mencukupi berdasarkan pendapat Ashoh, namun berdasarkan Imam As Subkiy : SAH dan mencukupi berkurban dengan binatang yang cacatnya waktu penyembelihan.
2. Dan bila cacatnya pada Kurban Wajib / Nadzar waktu menyembelih, alias waktu nadzar dalam keadaan selamat dari cacat maka SAH dan mencukupi buat qurbannya.
Ya. Berbicara problem qurban salah satu hal yang perlu diperhatikan yakni kesehatan dan keutuhan seluruh anggota badan binatang tersebut, dalam artian binatang yang akan dijadikan sebagai binatang qurban yakni binatang yang tepat fisiknya, dilarang binatang yang cacat menyerupai buta, pincang dan cacat badan lainnya. Namun kadangkala dalam proses merobohkan binatang tersebut untuk disembelih tak jarang menimbul cacat pada binatang kurban bakan kadang menjadikan patah kakinya. Bagaimana hukumnya bila patah kaki pada binatang qurban terjadi pada ketika dirobohkan untuk disembelih ? Misal Hewan Kurban Terkilir Saat Proses Penyembelihan.
Binatang yang patah kakinya atau pincang pada ketika yang dirobohkan untuk disembelih maka binatang tersebut tidak memadai lagi sebagai binatang qurban (udhhiyah) berdasarkan pendapat yang kuat. Hal ini diqiyaskan pada binatang yang cacat kakinya sebab kecelakaan kemudian si pemilik menjadikannya sebagai qurban sebagaimana Imam Nawawi terangkan dalam kitab Majmu' Syarh Muhazzab.
Namun, apabila binatang tersebut merupakan binatang yang telah ditentukan sebagai kurban nazar (wajib) maka tetap disembelih sebagai nazar dan berlaku baginya aturan qurban sebab kewajiban menyembelih binatang tersebut yakni wajib ain (kewajibannya telah tertentu pada binatang tersebut) namun masih belum memadai sebagai udhiyyah yang diperintahkan syara.
Pincang yang menjadi malu yakni yang berefek binatang itu akan tertinggal dari rombongannya ketika berjalan dalam rombongan. Wallohu a'lam.
Referensi:
- ibaroh fathul qorib
- Kitab bajuri syarah fathul qorib jilid dua halaman 298
- Ibaroh Najmul wahhaj
- Majmu' Syarh Muhazzab jilid 8 hal 400 Dar Fikr
- Hasyiah Bujairimi `ala Khatib jilid 4 hal 334 Dar Fikr
- Tuhfatul Muhtaj jilid9 hal 352 Dar Fikr
- Hasyiah I`antuth Thalibin jilid 2 hal 378 Dar Fikr
0 comments