Download Buku Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes/PJOK) Kelas Tujuh (VII/7), Delapan (8/VIII), Sembilan (IX/9) Kurikulum 2013 pdf
Buku Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes/PJOK) Kelas Tujuh (VII/7), Delapan (8/VIII), Sembilan (IX/9) Kurikulum 2013 merupakan buku yang telah didesain sesuai dengan perkembangan terbaru dari Kurikulum 2013. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Kurikulum 2013 telah mengalami perubahan menurut Peraturan Menteri Tahun 2016.
Dengan dimodifikasinya Kurikulum 2013 tersebut, maka konsekuensi logis dari hal tersebut ialah dimodifikasinya buku yang sesuai.
Mungkin saja implementasi di lapangan terhadap buku gres tersebut masih terbatas mengingat implementasi Kurikulum 2013 yang belum sepenuhnya tuntas dan masih beredarnya buku Kurikulum 2013 versi edisi 2014.
Berikut ialah tautan Download Buku Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes/PJOK) Kelas Tujuh (VII/7), Delapan (8/VIII), Sembilan (IX/9) Kurikulum 2013 Revisi 2017 pdf:
Berikut ialah kutipan dari sebagian isi buku tersebut:
A. Gambaran Pelaksanaan Pembelajaran Penjasorkes
Proses pembelajaran Pendidikan, Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) di sekolah- sekolah Indonesia dikala ini masih memprihatinkan. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah terbatasnya kemampuan guru PJOK dan sumber-sumber yang dipakai untuk mendukung proses pembelajaran PJOK.
Kualitas guru PJOK yang ada pada sekolah dasar dan lanjutan pada umumnya kurang memadai. Mereka kurang bisa dalam melaksanakan profesinya secara kompeten. Mereka belum berhasil melaksanakan tanggung jawabnya untuk mendidik siswa secara sistematik melalui pendidikan jasmani. Tampak pendidikan jasmani belum berhasil menyebarkan kemampuan dan keterampilan anak secara menyeluruh baik fisik. Mental maupun intelektual (Kantor Menpora, 1983).
Hal ini benar mengingat bahwa banyak guru PJOK di sekolah ialah bukan guru khusus yang secara normal mempunyai kompetensi dan pengalaman yang terbatas dalam bidang pendidikan jasmani. Mereka banyak ialah guru kelas yang harus bisa mengajar banyak sekali mata pelajaran yang salah satunya ialah PJOK. Gaya mengajar yang dilakukan oleh guru dalam praktik pendidikan jasmani cenderung tradisional. Model metode-metode praktik dipusatkan pada guru (Teacher Centered) dimana para siswa melaksanakan latihan fisik menurut perintah yang ditentukan oleh guru. Latihan-latihan tersebut hampir tidak pernah dilakukan oleh anak sesuai dengan inisiatif sendiri (Student Centered).
Guru PJOK tradisional cenderung menekankan pada penguasaan keterampilan cabang olahraga. Pendekatan yang dilakukan menyerupai halnya pendekatan pembinaan olahraga. Dalam pendekatan ini, guru menentukan tugas-tugas ajarnya kepada siswa melalui kegiatan fisik tak ubahnya menyerupai melatih suatu cabang olahraga. Kondisi menyerupai ini menimbulkan tidak optimalnya fungsi pengajaran pendidikan jasmani sebagai medium pendidikan dalam rangka pengembangan pribadi anak seutuhnya.
Ditinjau dari konteks isi kurikulum, pembelajaran yang dilakukan oleh guru PJOK secara mudah tidak tampak adanya kesinambungan. Tugas latih yang diberikan oleh guru untuk SD, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas pada hakikatnya tidak berbeda. Demikian pula, ketidakjelasan dalam tata urutan dan tingkat kesukaran tugas-tugas latih tersebut.
Penerapan model pembelajaran PJOK tradisional sering mengabaikan tugas-tugas latih yang sesuai degan taraf perkembangan anak. Mengajar bawah umur SD, Sekolah Menengah Pertama disamakan dengan bawah umur SMA. Bentuk-bentuk modifikasi baik dalam peraturan, ukuran lapangan maupun jumlah pemain tidak terperhatikan. Karena tidak dilakukan modifikasi, sering mereka tidak bisa dan gagal untuk melaksanakan kiprah yang diberikan oleh guru.
Sebagai akhir dari kondisi menyerupai ini, anak sanggup menjadi kurang bahagia terhadap Pelajaran PJOK. Tugas-tugas latih yang merupakan keterampilan kompleks itu bergotong-royong hanya bisa dilakukan oleh bawah umur yang berbakat dan berminat dalam olahraga serta bawah umur yang mempunyai tingkat keterampilan gerak dasar yang tinggi. Tidak ada upaya upaya memodifikasi kiprah gerak yang kompleks menjadi kiprah gerak yang sederhana, sanggup diramalkan tingkat keberhasilan siswa dalam menuntaskan kiprah yang harus dipelajari akan tergolong rendah.
Untuk itu kebutuhan akan modifikasi olahraga sebagai suatu pendekatan alternatif dalam mengajar PJOK mutlak perlu dilakukan. Guru harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakan modifikasi keterampilan yang hendak diajarkan semoga sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
B. Karakteristik Proses Belajar Mengajar (PBM) yang Efektif
Proses pembelajaran, khususnya pembelajaran PJOK sanggup dipandang sebagai seni dan ilmu (art and science). Sebagai seni, pembelajaran hendaknya dipandang sebagai proses yang menuntut intuisi, kreativitas, improviasi, dan ekspresi dari guru. Ini berarti guru mempunyai kebebasan dalam mengambil keputusan dan tindakan proses pembelajaran selama sanggup dipertanggung jawabkan sesuai dengan pandangan hidup dan sopan santun yang berlaku. Makara guru tidak harus selalu terpaku dan terikat formula ilmu mengajar.
Pembelajaran sanggup disebut sebagai ilmu apabila memenuhi karakteristik sebagai berikut: (1) Memiliki daya ramal dan kontrol terhadap pencapaian prestasi berguru siswa (Gage, 1978 di Brucher, 1983), (2) sanggup dievaluasi secara sistematik dan sanggup dipecah menjadi rangkaian kegiatan yang sanggup dikuasai (Siedentop, 1976), (3) mengandung pemahaman perihal tingkah laris manusia, pengubahan tingkah laku, rancangan pembelajaran, penyampaian dan administrasi (Siedentop, 1976), (4) berkaitan erat dengan prinsip berguru menyerupai kesiapan, motivasi, latihan, umpan balik, dan kemajuan seta urutan (Siedentop, 1976), dan (5) dimungkinkannya untuk mengkaji pengajaran dari sudut keilmuan (Siedentop, 1976).
Menurut Siedentop (di Bucher, 1988:550) pembelajaran sanggup dan harus sanggup dipelajari dari sisi teori ilmiah untuk menyebarkan teori pembelajaran. Walaupun proses untuk membentuk teori pembelajaran PJOK merupakan perjalanan yang panjang, namun upaya untuk memahami perihal proses pembelajaran merupakan arah yang harus dituju, selama “body of knowledge” perihal pembelajaran belum mapan, atau selama pembelajaran cenderung merupakan seni, maka sikap guru dalam pengajaran akan menjadi tetap menarik untuk dikaji oleh pengamat tingkah laris setiap saat.
Tujuan utama pembelajaran PJOK di sekolah ialah memantau siswa semoga meningkatkan keterampilan gerak mereka, disamping semoga mereka merasa bahagia dan mau berpartisipasi dalam banyak sekali aktivitas. Diharapkan apabila mereka mempunyai pondasi pengembangan keterampilan gerak, pemahaman kognitif, dan sikap yang positif terhadap kegiatan jasmani kelak akan menjadi insan cukup umur yang sehat dan segar jasmani dan rohani serta kepribadian yang mantap.
Hingga cukup umur ini salah satu duduk kasus yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran PJOK ialah langkahnya sarana dan sarana penunjang dan bervariasinya kondisi pendidikan jasmani di sekolah. Bagaimana seorang guru (kelas) sanggup mengajarkan pendidikan jasmani dengan sukses dalam situasi keterbatasan dan perbedaan kondisi tersebut di atas? Model pengajaran yang tradisional yang sangat bergantung dari tersedianya sarana dan prasarana serta bersifat linier dalam arti tidak leluasa untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat dikala itu lantaran tertumpu pada satu pola pendekatan tradisional.
Pengajaran reflektif meliputi pengertian guru yang sukses atau efektif dalam arti tercapainya kepuasan profesional. Pendekatan pengajaran refleksi menekankan pada kreatifitas penumbuhan kondisi pembelajaran yang aman melalui penerapan banyak sekali keterampilan mengajar yang disesuaikan dengan situasi (lingkungan) tertentu.
Pengertian pengajaran reflektif tidak menunjuk salah satu metodologi atau model pengajaran tertentu, namun menunjuk pada banyak sekali keterampilan mengajar yang diadaptasikan secara tepat oleh guru dalam proses berguru mengajar. Guru yang reflektif selalu melaksanakan penilaian terhadap lingkungan sekitar dalam upaya mengidentifikasi dan memanfaatkan banyak sekali unsur dan sumber daya yang ada secara optimum dan selanjutnya dijadikan materi untuk menentukan penilaian dan menciptakan planning pembelajaran.
Pengajaran reflektif ini berbeda dengan pengajaran tradisional atau pengajaran “invariant” yang diberi ciri dengan penggunaan satu metode dalam banyak sekali situasi pengajaran. Kategori mengajar yang dikemukakan oleh Mosston (1966), sebagai contoh, sanggup diterapkan selama kategori gaya mengajar itu sesuai dengan tuntutan kegiatan-kegiatan dan kebutuhan situasional dikala itu.
Perbandingan pengajaran reflektif dengan pengajaran tradisional (invariant) sanggup dilihat pada tabel berikut ini.
Selama dua dekade terakhir pembelajaran PJOK dengan pendekatan refleksi telah berhasil dilaksanakan di beberapa negara menyerupai Amerika dan Australia. Hasil riset perihal pendekatan pembelajaran PJOK memperlihatkan bahwa ada tiga butir hal yang penting untuk diperhatikan semoga pengajaran pendidikan jasmani efektif, dalam arti bahwa anak didik akan mempunyai keterampilan bergerak yang tinggi dengan sikap yang positif terhadap kegiatan fisik. Ketiga hal itu meliputi: (1) Anak didik memerlukan latihan praktek yang tepat dan memadai, (2) Latihan praktek tersebut harus memperlihatkan peluang tingkat sukses (rate of success) yang tinggi, dan (3) Lingkungan perlu distrukturisasi sedemikian rupa sehingga menumbuhkan iklim berguru yang kondusif.
Memperhatikan kelebihan pendekatan pengajaran reflektif dibandingkan dengan pembelajaran tradisional di samping faktor kemungkinan keterlaksanaannya pendekatan pembelajaran reflektif di Indonesia, walau masih diperlakukan suatu kajian-kajian empirik yang mendalam, diperkirakan pengajaran reflektif ini sanggup dipakai sebagai alternatif utama bagi para guru pendidikan jasmani. Masalah yang dihadapi: Bagaimana merubah wawasan dan sikap guru semoga siap dan bisa melaksanakan pendekatan pembelajaran reflektif pada pembelajaran PJOK di sekolah itu?
Perubahan kurikulum khususnya kurikulum Sekolah Menengah Pertama pada hakikatnya menuntut perubahan wawasan dan sikap guru semoga kurikulum yang dirancang dan dikembangkan sanggup dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu sangat perlu direncanakan secara matang mengenai seni administrasi implementasi dari kurikulum tersebut. Penataran dan pembinaan guru, pengadaan kemudahan dan peralatan yang mendukung pelaksanaan kurikulum perlu direncanakan dan diadakan guna mendukung keberhasilan implementasi kurikulum.
Upaya perbaikan dan pengembangan kurikulum SD, SMP, dan Sekolah Menengan Atas yang gres ini harus dilakukan dengan cermat dan memperhitungkan banyak sekali faktor termasuk faktor keterlaksanaannya. Pengalaman empirik selama ini memperlihatkan bahwa dari seluruh isi kurikulum PJOK yang tertulis itu hanya sebagian kecil saja yang sanggup diimplementasikan lantaran banyak sekali hambatan termasuk terbatasnya sarana dan prasarana pendukung dan keterbatasan wawasan dan kemampuan guru.
Mengingat guru mempunyai kiprah yang penting dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum, maka panduan untuk guru guna mendukung kiprah guru di lapangan perlu diadakan. Demikian pula penataran dan pembinaan guru perlu terus diupayakan semoga mereka menjadi guru yang profesional dan kreatif dalam arti sanggup memecahkan duduk kasus dengan memanfaatkan kemudahan yang ada di lingkungannya. Guru yang reflektif sangat dibutuhkan guna mendukung keterlaksanaan kurikulum secara efektif menyerupai yang diharapkan.
Pembelajaran merupakan proses interaktif antara guru dengan siswa, melibatkan multi pendekatan dengan memakai teknologi yang akan membantu memecahkan permasalahan faktual di dalam kelas. Terdapat tiga komponen dalam definisi pembelajaran, yaitu: pertama, pembelajaran ialah suatu proses, bukan sebuah produk, sehingga nilai tes dan kiprah ialah ukuran pembelajaran, tetapi bukan proses pembelajaran. Kedua, pembelajaran ialah perubahan dalam pengetahuan, keyakinan, perilaku/sikap.
Perubahan ini memerlukan waktu, terutama ketika pembentukan keyakinan, sikap dan sikap. Guru dihentikan menafsirkan kekurangan siswa dalam pemahaman sebagai kekurangan dalam pembelajaran, lantaran mereka memerlukan waktu untuk mengalami perubahan. Ketiga, Pembelajaran bukan sesuatu yang dilakukan kepada siswa, tetapi sesuatu yang mereka kerjakan sendiri. Artinya, pembelajaran PJOK merupakan kebutuhan dasar bagi setiap anak, tanpa harus dipengaruhi instruksi dari orang lain. Ketiga hal ini yang mempengaruhi kualitas pembelajaran PJOK, selain peluang untuk belajar, konten yang sesuai, intruksi yang tepat, serta penilaian siswa dan pembelajaran.
Pembelajaran PJOK mengandung makna pendidikan yang memakai kegiatan jasmani untuk menghasilkan peningkatan secara menyeluruh terhadap kualitas fisik, mental, dan emosional siswa. Kata kegiatan jasmani mengandung makna bahwa pembelajaran berbasis kegiatan fisik. Kata olahraga mengandung makna kegiatan jasmani yang dilakukan dengan tujuan untuk memelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh.
Kegiatan pembelajaran ini sanggup dilakukan sebagai kegiatan yang menghibur, menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi. Sementara kualitas fisik, mental dan emosional disini bermakna, pembelajaran PJOK menciptakan siswa mempunyai kesehatan yang baik, kemampuan fisik, mempunyai pemahaman yang benar, mempunyai sikap yang baik perihal aktifitas fisik, sehingga sepanjang hidupnya mereka akan mempunyai gaya hidup sehat dan aktif.
Berdasarkan uraian tersebut, secara substansi PJOK mengandung kegiatan jasmani, olahraga, dan kesehatan. Tujuan utama PJOK ialah meningkatkan life-long physical activity dan mendorong perkembangan fisik, psikologis dan sosial siswa. Jika ditelaah lebih lanjut, tujuan ini mendorong perkembangan motivasi diri untuk melaksanakan kegiatan fisik, memperkuat konsep diri, berguru bertanggung jawab dan keterampian kerja sama. Siswa akan berguru mandiri, mengambil keputusan dalam proses pembelajaran, berguru bertanggung jawab dengan diri dan orang lain. Proses menuju mempunyai rasa tanggung jawab ini setahap demi setahap beralih dari guru kepada siswa.
C. Strategi Mengajar dan Metode Pembelajaran
Pembelajaran PJOK, dipengaruhi kemampuan fisik siswa. Karena itu, guru perlu mempunyai banyak sekali seni administrasi dalam perencanaan pengajaran dan pembelajaran. Strategi ini memperhatikan beberapa aspek, menyerupai kemampuan motorik yang berbeda, tingkat kebugaran jasmani, spatial awareness, perilaku, kepercayaan diri. Karena itu, guru peru mengenali kesulitan yang akan dihadapi siswa, pengaruhnya terhadap pembelajaran dan menciptakan seni administrasi yang tepat untuk mengatasi duduk kasus tersebut.
Pengalaman berguru yang paling efektif ialah apabila siswa/seseorang mengalami/berbuat secara eksklusif dan aktif di lingkungan belajarnya. Pemberian kesempatan yang luas bagi siswa untuk melihat, memegang, merasakan, dan mengaktifkan lebih banyak indra yang dimilikinya dalam banyak sekali kegiatan fisik dan olahraga, serta mengekspresikan diri akan membangun pemahaman pengetahuan, perilaku, dan keterampilannya.
Oleh lantaran itu, kiprah utama pendidik/guru ialah mengondisikan situasi pengalaman berguru yang sanggup menstimulasi atau merangsang indra dan keingintahuan siswa. Hal ini perlu didukung dengan pengetahuan guru akan perkembangan psikologis siswa dan kurikulum di mana keduanya harus saling terkait. Saat pembelajaran, guru hendaknya peka akan gaya berguru siswa di kelas. Dengan mengetahui gaya berguru siswa di kelas secara umum, guru sanggup menentukan seni administrasi pembelajaran yang tepat.
Dengan demikian, pendidik/guru hendaknya menyiapkan kegiatan belajar- mengajar yang melibatkan mental siswa secara aktif melalui bermacam-macam kegiatan, seperti: kegiatan mengamati, bertanya/mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan sejumlah kegiatan mental lainnya. Guru hendaknya tidak memperlihatkan dukungan secara dini dan hendaknya selalu menghargai perjuangan siswa meskipun akhirnya belum sempurna.
Selain itu, guru perlu mendorong siswa supaya siswa berbuat/berpikir lebih baik, contohnya melalui pengajuan pertanyaan menantang yang ‘menggelitik’ sikap ingin tahu dan sikap kreativitas siswa. Dengan cara ini, guru selalu mengupayakan semoga siswa terlatih dan terbiasa menjadi pelajar sepanjang hayat.
Dalam merencanakan seni administrasi yang tepat, maka guru harus mengetahui kemampuan siswa dan menentukan gaya/metode mengajar-pembelajaran yang akan dipakai sebagai seni administrasi pembelajaran. Pembelajaran dalam PJOK, memakai gaya mengajar yang dikembangkan oleh Mosston (1986). Mosston memakai STS (spectrum of Teaching Style), dimana spektrum tersebut berada di antara serangkaian gaya, dari gaya mengajar berpusat pada guru sampai gaya mengajar berpusat pada siswa.
Berpusat pada Guru Berpusat pada Peserta Didik
1. Gaya Mengajar Komando: guru memberi demonstrasi dan penjelasan, kemudian seluruh siswa melaksanakan gerakan beberapa kali, dengan instruksi guru.
2. Gaya Mengajar Latihan: guru memberi demontrasi dan penjelasan, dilakukan dalam beberapa tahap sehingga siswa paham, kemudian peseta didik melakukan, dan guru berada di antara mereka untuk memperbaiki.
3. Gaya Mengajar Resiprokal: guru mempersiapkan lembar kiprah gerak yang harus dilakukan siswa, guru memberi demontrasi dan penjelasan serta penjelasan lembar kiprah resiprokal. Peserta didik melaksanakan dan temannya mengamati kemudian mengisi lembar pengamatan secara bergantian. Guru berada di antara siswa untuk membetulkan kesalahan dan membantu dalam pengamatan jikalau diperlukan.
4. Gaya Mengajar Penugasan: dalam gaya mengajar ini, guru menentukan kiprah dan siswa diberi kesempatan untuk menciptakan keputusan apa yang akan mereka lakukan. Tugas dibagi dalam beberapa level. Pada level pertama, seluruh siswa melaksanakan kiprah yang sama, dengan tahap yang mereka mampu. Pada level kedua, setiap siswa melaksanakan kiprah sesuai dengan capaian pada level pertama. Pada level selanjutnya, siswa mendapatkan serangkaian kiprah yang mereka bertanggungjawab untuk menyelesaikannya. Guru menyediakan sumber informasi, tetapi siswa harus memperkaya dengan sumber-sumber lain yang sesuai.
5. Gaya Mengajar Penemuan Terpimpin: dalam gaya mengajar ini, guru memperlihatkan kiprah melaksanakan gerak, dan siswa diberi kebebasan untuk bagaimana melaksanakan gerak. Misalnya: guru memberi instruksi “Berdiri dalam posisi siap dan melompat sejauh mungkin di atas matras” maka siswa akan melakukannya dengan banyak sekali cara.
6. Gaya Mengajar Pemecahan Masalah: gaya ini hampir sama dengan inovasi terpimpin, jikalau pada gaya inovasi terpimpin, siswa diarahkan untuk menemukan tanggapan yang sama, dalam gaya pemecahan masalah, siswa sanggup memperlihatkan tanggapan yang berbeda. Misalnya guru memperlihatkan duduk kasus “bagaimana caranya supaya kita sanggup mendarat dengan aman dan sejauh mungkin dari posisi sebelum melompat?”
7. Gaya Mengajar Eksplorasi: ialah gaya mengajar yang berpusat pada siswa, guru memperlihatkan kiprah gerak yang memungkinkan siswa untuk bergerak bebas melaksanakan kiprah sesuai yang mereka inginkan. Guru hanya memberi sedikit arahan. Gaya ini sanggup dipergunakan untuk mengenalkan suatu konsep, peralatan yang gres dikenal, atau untuk mengetahui apakah siswa menyukai kiprah gerak. Misalnya: “Temukan berapa gerakan menendang bola yang bisa dilakukan?”
Demikian goresan pena perihal
0 comments