Plus Minus Sistem Full Day School (Fds)

12/12/2018

Pro Kontra Penerapan Sistem Full Day School (FDS)


Pro Kontra Penerapan Sistem Full Day School  Plus Minus Sistem Full Day School (FDS)

<





Selaras dengan amanat dari Presiden bahwa kondisi ideal pendidikan di Indonesia ialah ketika telah terpenuhinya dua aspek pendidikan bagi siswa. Bagi jenjang SD, 80% pendidikan abjad dan 20% untuk pengetahuan umum. Untuk jenjang SMP (SMP) supaya memperoleh pendidikan abjad sebanyak 60% dan 40% sisanya yaitu pengetahuan umum. Muhadjir Effendy sebagai Mendikbud yang gres kemudian merespons pesan Presiden tersebut dengan menggagas sistem mencar ilmu full day school (FDS) untuk tingkat SD dan SMP. Harapan diterapkannya sistem full day school ini yaitu supaya para siswa memperoleh pendidikan abjad dan pengetahuan umum di sekolah. Namun menyerupai biasa, selalu ada pro dan kontra dalam setiap gagasan maupun kebijakan yang akan diterapkan. Karena hal ini menunjukan bahwa rakyat Indonesia sangat kritis, hal ini justru dipandang sebagai hal yang sangat positif.

Maksud dari full day school berdasarkan Muhadjir yaitu tunjangan jam tambahan. Akan tetapi, pada jam perhiasan ini siswa tidak akan dihadapkan dengan mata pelajaran yang membosankan. Kegiatan yang dilakukan seusai jam belajar-mengajar di kelas yaitu ekstrakurikuler. Dari kegiatan ini, diperlukan sanggup melatih sekira 18 karakter, beberapa di antaranya jujur, toleransi, displin, sampai cinta tanah air.
“Usai mencar ilmu setengah hari, hendaknya para penerima didik (siswa) tidak pribadi pulang ke rumah, tetapi sanggup mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang menyenangkan dan membentuk karakter, kepribadian, serta membuatkan potensi mereka,” kata Muhadjir.
Menurut Beliau, aktivitas full day school ini dianggap sanggup membantu para guru guna mendapat perhiasan jam mengajar sebanyak 24 jam/minggu sebagai salah satu syarat untuk lolos proses sergur. “Guru yang mencari durasi jam mencar ilmu perhiasan di sekolah nanti akan mendapat perhiasan jam itu dari aktivitas ini,” tuturnya.

Jika nantinya benar-benar diterapkan, maka dalam seminggu sekolah akan mempunyai waktu libur selama dua hari, yakni Sabtu dan Minggu. Karenanya, hal ini akan memberi kesempatan bagi anak dan keluarganya untuk bisa berinteraksi lebih usang dan tentunya supaya mempunyai kualitas waktu kebersamaan yang lebih baik daripada sebelumnya. “Peran orangtua juga tetap sangat penting. Di hari Sabtu sanggup menjadi waktu keluarga. Dengan begitu, komunikasi antara orangtua dan anak tetap terjaga dan ikatan emosional juga tetap terjaga,” urai Muhadjir.

Akan tetapi, rencana ini tak lepas dari banyak sekali respon, baik pro maupun kontra. Pihak-pihak yang kurang setuju dengan konsep ini beropini bahwa tingkat konsentrasi setiap anak berbeda-beda. Bisa dikatakan, jenjang SD masih tergolong bawah umur yang gampang bosan. Selain itu, kalau dilihat dari segi fisik juga kurang baik untuk kesehatan. Siswa masih butuh istirahat yang cukup di rumah supaya konsentrasi juga lebih maksimal. Lantas, dari sisi sosial dan geografis, kawasan pelosok kelihatannya belum cocok untuk menjalankan sistem full day school ini. Mayoritas orangtua siswa bermata pencaharian sebagai petani, nelayan, buruh, dan sebagainya. Para orangtua pun sangat membutuhkan anaknya untuk ikut membantu mereka menuntaskan pekerjaan sepulang sekolah.

Di sisi lain, banyak juga yang mengkhawatirkan mengenai kesejahteraan guru swasta maupun honorer di Indonesia. Kisaran honor mereka masih jauh di bawah upah minimum. Bahkan alasannya yaitu hal itu, banyak yang rela bekerja sambilan demi memenuhi kebutuhan hidup. Apabila full day school diterapkan, maka secara otomatis guru juga ada di sekolah secara penuh. Pemerintah harus mempunyai kebijakan khusus terkait kesejahteraan para guru swasta ataupun honorer ini kalau konsep full day school ini nantinya benar-benar dijalankan.

Muhadjir menanggapi banyak sekali respons pro dan kontra dari masyarakat ini dengan sangat positif. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat bisa dan mau mengkritisi kebijakan pemerintah sebelum diterapkan nantinya. Sampai ketika ini, full day school ini masih sebatas konsep dan masih dalam proses pengkajian yang lebih mendalam. Sosialisasi masih dilakukan di banyak sekali sekolah, mulai pusat sampai ke kawasan sembari melihat respon dari masyarakat. Input dari masyarakat juga akan menyempurnakan aktivitas pendidikan yang akan dicanangkan. Jika ternyata ditemukan lebih banyak kekurangannya, maka aktivitas ini tidak akan dipaksakan untuk diterapkan.

<

0 comments