Pengertian, Jenis-jenis, Tujuan dan Hukum Jihad Menurut Islam Yang Sebenarnya |
Menurut wikipedia, Jihad (Arab: جهاد) berdasarkan syariat Islam yaitu berjuang dengan sungguh-sungguh.[1] Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama insan yaitu menegakkan Din (atau bisa diartikan sebagai agama) Allah atau menjaga Din tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis usaha para Rasul dan Al-Quran. Jihad yang dilaksanakan Rasul yaitu berdakwah supaya insan meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, menyucikan qalbu, memperlihatkan pengajaran kepada ummat dan mendidik insan supaya sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi dengan hening dan saling mengasihi. Namun dalam berjihad, Islam melarang pemaksaan dan kekerasan, termasuk membunuh warga sipil yang tidak ikut berperang, ibarat wanita, anak-anak, hingga manula.
Pengertian Jihat Menurut Bahasa
Makna jihad berdasarkan bahasa di ambil dari bahasa Arab yaitu kata juhdun yang berarti sebuah “kekuatan” dan jahada yang berarti sebuah “usaha” yang kalau dijelaskan berarti pengertian dari jihad yaitu sebuah usaha untuk mencapai jalan kebenaran sesuai yang diyakini dengan seluruh kemampuan dan kekuatan diri. Adapun beberapa pengertian perihal jihad yang di sampaikan oleh sahabat Nabi Muhammad Saw yaitu Ibnu Abbas bahwa jihad mempunyai arti mencurahkan segala kemampuan dan kekuatan serta berusaha untuk membela ALLAH SWT dari hinaan atau cercaan orang lain atau agama lain dengan niat dan cara yang benar berdasarkan agama islam. Dua pengertian tersebut memang masih terlihat rancu dan ambigu jadi di perlukan kebijakan dalam memaknainya.Pengertian jihad berdasarkan istilah mempunyai sebuah arti yang cukup luas yaitu bisa dalam bidang apapun ibarat mencari nafkah di jalan yang benar dan di ridhoi ALLAH SWT dan dalam bidang berperang terhadap orang kafir atau orang yang memusuhi agama Islam dan jauh dari rahmat Tuhan tentu saja dengan langkah dan jalan yang sesuai dengan syariat Islam. Menurut Ibnu Taimiyah hakikatnya sebuah jihad ialah mencurahkan segala kemampuan dan seluruh jiwa raga untuk selalu berada di jalan kebenaran baik melawan kejahatan maupun lainnya dengan niat dan tujuan yang hanya pada keridhoan ALLAH SWT.
Secara umum makna jihad tidak hanya di sandarkan pada usaha di dalam berberang atau urusan dengan kemiliteran tetapi bisa berarti untuk kehidupan sehari-hari kita ibarat melawan hawa nafsu dalam segala bidang baik membelanjakan harta kekayaan, nafsu terhadap lawan jenis maupun lainnya.dalam kitab Al-Qur’an tercatata kata jihad tidak kata perang tetapi juga perihal kehidupan sehari-hari maka dari itu jangan selalu mengaitkan jihad dengan sesuatu yang jelek pada hal makna dari kata jihad bisa di bilang cukup baik untuk di lakukan khususnya bagi orang yang menginginkan pahala dan rahmat dari Tuhan kita yaitu ALLAH SWT. Pengertian jihad secara khusus memanglah berperang melawan kekafiran dan membela jalan kebenaran tetapi tetap disandarkan pada syariat Islam yang sudah di berikan oleh Nabi Muhammad Saw jadi tetaplah berfikiran bijak dan luas dalam memaknainya.
Macam/ Jenis-jenis Jihad
Berjihad sanggup dilakukan dengan beberapa cara, adapun cara berjihad ada 3 yaitu :- Berjihad dengan Lisan / Perkataan : berjihad ini dilakukan dengan cara mencurahkan segala kemampuan daya fikir dan dialogis.
- Berihad dengan Harta : berjihad ini dilakukan dengan cara menyediakan sebagian harta atau seluruhnya untuk kepentingan berjihad, maka hal ini termasuk kategori berjihad dengan harta.
- Berjihad dengan Jiwa : berjihad dengan jiwa dilakukan dengan cara bersedia mengorbankan jiwa dengan cara mempertaruhkannya dengan cara berperang atau dalam literatur agama disebut qital.
Tujuan Jihad
Berjihad bertujuan untuk mempertahankan hak kaum muslim, bukan dengan cara merampas hak milik orang lain, karena pada prinsipnya Islam sangat menghargai dan menjunjung hak hidup manusia.فَلْيُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالآخِرَةِ وَمَنْ يُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا (٧٤)وَمَا لَكُمْ لا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا (٧٥)الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا (٧٦)
74. karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat[316] berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, kemudian gugur atau memperoleh kemenangan Maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.
75. mengapa kau tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun belum dewasa yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah Kami penolong dari sisi Engkau!”.
76. orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, alasannya itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena Sesungguhnya muslihat syaitan itu yaitu lemah.
Jihad Dengan Harta dan Jiwa, Mana Yang Utama ?
Apakah berjihad dengan harta lebih utama / afdhal dari berjihad dengan jiwa berdasarkan pandangan Islam? Hal ini disebabkan banyaknya ayat-ayat perihal berjihad dalam Al-Qur’an menempatkan berjihad dengan harta sebelum berjihad dengan jiwa ?Berjihad bermakna umum yaitu mencurahkan segala kamampuan insan dalam suatu tujuan. Dalam mencapai hal ini, terkadang dilakukan dengan cara berjihad mulut / perkataan, dengan memakai harta, dan bahkan dengan jiwa.
Sungguh banyak klarifikasi yang tertera dalam Al-Qur’an mengenai berjihad dengan jiwa atau dengan harta, dan penyebutannya mendahulukan berjihad memakai harta kemudian berjihad dengan jiwa. Allah berfirman dalam Surah Al-Hujurat 15 :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (١٥)
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.
Dan Pada Surah At-Taubah :
لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٨٨)
Artinya : tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama Dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
Dan pada Surah Shaf pula :
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (١١)
Artinya : (yaitu) kau beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, kalau kau mengetahui.
Dan pada Surah An-Nisaa juga dijelaskan :
فَضّلَ اللّهُ الْمُجَاهِدِيْن بِأَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِيْنَ دَرَجَةٌ
Lalu apa diam-diam mendahulukan berjihad dengan harta atas jihad jiwa ? sanggup dikatakan pada permulaan bahwa dalam ilmu nahwu rangkaian kalimat tersebut yaitu kalimat ‘ataf. ‘atafnya berupa aksara “wawu”. Huruf “wawu” sebagaimana yang dikatakan ulama nahwu tidak memilki arti tertib atau akibat. Akan tetapi pendahuluan berjihad dengan harta atas berjihad dengan jiwa lebih pada pengembangan varian dalam melaksanakan jihad.
Lalu apa nasihat yang terkandung dari mendahulukan jihad dengan harta ?
Jelas bahwa Allah SWT lebih mengetahui maksudnya dalam mendahulukan berjihad dengan harta berangkat pada pengetahuan bahwa jiwa menempati posisi lebih tinggi dari harta. Al-Qur’an menyebutkan berjihad dengan harta untuk menuntun insan supaya melapangkan tangan mengulurkan hartanya supaya mencapai kebaikan dengan hartanya, mencapai perdamaian dengan hartanya, kemudian memulai berjihad dengan jiwa sebagai cuilan dari usaha mencapai kedamaian.Akan tetapi kalau berjihad dengan jiwa itu mempunyai tujuan yang benar dan ikhlas, maka hal itu lebih utama dari jihad dengan harta.
Pelaksanaan jihad
Pelaksanaan jihad sanggup dirumuskan sebagai berikut:- Pada konteks diri pribadi, jihad berusaha membersihkan pikiran dari pengaruh-pengaruh pedoman selain Allah dengan usaha spiritual di dalam diri, mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
- Komunitas jihad berusaha supaya Din pada masyarakat sekitar maupun keluarga tetap tegak dengan dakwah dan membersihkan mereka dari kemusyrikan.
- Kedaulatan jihad berusaha menjaga eksistensi kedaulatan dari serangan luar maupun pengkhianatan dari dalam, supaya ketertiban dan ketenangan beribadah pada rakyat di daulah tersebut tetap terjaga termasuk di dalamnya pelaksanaan Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Jihad ini hanya berlaku pada daulah yang memakai Din Islam secara menyeluruh (Kaffah).
Jihad dan perang
Arti kata Jihad sering disalahpahami oleh yang mereka tidak mengenal prinsip-prinsip Din Islam sebagai 'perang suci' (holy war); istilah untuk perang yaitu qital, bukan jihad.Jihad dalam bentuk perang dilaksanakan kalau terjadi fitnah yang membahayakan eksistensi umat (antara lain berupa serangan-serangan dari luar).
Pada dasarnya, kata jihad berarti "berjuang" atau "ber-usaha dengan keras", namun bukan harus berarti "perang dalam makna "fisik". Jika kini jihad lebih sering diartikan sebagai "perjuangan untuk agama", itu tidak harus berarti usaha fisik.
Jika mengartikan jihad sebagai "perjuangan membela agama", maka lebih sempurna bahwa berjihad yaitu usaha menegakkan syariat Islam. Sehingga berjihad haruslah dilakukan setiap ketika selama seorang muslim masih hidup.
Etika perang Nabi Muhammad SAW
Semasa kepemimpinan Muhammad dan Khulafaur Rasyidin antara lain diriwayatkan bahwa Abu Bakar sebelum mengirim pasukan untuk berperang melawan pasukan Romawi, memperlihatkan pesan pada pasukannya , yang kemudian menjadi adat dasar dalam perang yaitu:- Jangan berkhianat.
- Jangan berlebih-lebihan.
- Jangan ingkar janji.
- Jangan mencincang mayat.
- Jangan membunuh anak kecil, orang renta renta, wanita.
- Jangan memperabukan pohon, menebang atau menyembelih hewan ternak kecuali untuk dimakan.
- Jangan mengusik orang-orang Ahli Kitab yang sedang beribadah.
Jihad dan terorisme
Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad; Jihad dalam bentuk perang harus terperinci pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, ibarat halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran).Mengapa kau tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun belum dewasa yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS 4:75)
Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan!, bukan dalam bentuk terorisme, hijrah ke wilayah yang kondusif dan mendapatkan dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi.
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah<-islam al="" dalam="" dengan="" diberikan="" jizyah="" keadaan="" kepada="" kitab="" membayar="" mereka="" orang-orang="" p="" patuh="" sampai="" sedang="" tunduk.="" yaitu="" yang="">
-islam>
Pembagian Jihad Melawan Orang-orang Kafir
Para ulama membagi jihad melawan orang-orang kafir menjadi dua bagian. Yaitu jihad difa’ (jihad defensif) dan jihad thalab (Jihad ofensif). Jihad model pertama diperuntukan untuk melawan musuh yang menyerang. Jihad ini diwajibkan bagi penduduk negeri yang diinvasi musuh, walaupun tanpa ada imam yang memimpin.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa apabila musuh hendak menyerang kaum muslimin maka membela diri menjadi kewajiban bagi semua penduduk yang diserang. Dan bagi kaum muslimin yang tidak diserang wajib membantu saudara mereka. Beliau rahimahullaah menganalogikan dengan kondisi kaum muslimin yang diserang musuh pada waktu perang khandak, maka Allah tidak mengizinkan seorang pun untuk meninggalkannya. Sebagaimana Allah mengizinkan untuk meninggalkan jihad untuk menyerang musuh yang kemudian membagi mereka menjadi dua bagian, qaidun wa kharijun (orang yang duduk-duduk dan yang keluar berjihad). Bahkan Allah mencela orang-orang yang meminta izin kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dalam firman-Nya,
يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ يُرِيدُونَ إِلاَّ فِرَاراً
“Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)".” (QS. Al-Ahzab: 13)
Jihad difa’ ini untuk membela dien, kehormatan, dan jiwa. Bahkan peperangan ini sifatnya terpaksa, mau atau tidak harus dilakukan. Sementara peperangan model kedua merupakan perang pilihan untuk menambah pemeluk dien, meninggikannya, dan untuk menakut-nakuti musuh ibarat dalam perang Tabuk dan semisalnya.
Imam al-Mardawi dalam al-Inshaf menjelaskan, yang dipahami dari ucapannya, atau musuh tiba menyerang negerinya, bahwa perang ini tidak wajib bagi orang yang jauh, inilah pendapat yang benar kecuali ada hajat yang menyerunya untuk tiba membantu, ibarat tidak mampunya penduduk tersebut melawan musuh, maka bagi penduduk yang jauh juga menjadi wajib ain.
Sedangan jihad thalab (Jihad ofensif) yaitu melaksanakan firman Allah Ta’ala:
قَاتِلُواْ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُواْ الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, hingga mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. Al-taubah: 29)
Dan ayat-ayat lain serta hadits-hadits yang memperlihatkan wajibnya berjihad dan berjalannya bersama setiap pemimpin yang baik maupun jahat hingga hari kiamat.
Hukum Dasar Jihad
Para ulama berbeda pendapat perihal aturan jihad. Jumhur ulama beropini fardhu kifayah. Sedangkan sebagain ulama lainnya beropini fardhu ‘ain, di antaranya Sa’id bin Musayyib. Dan pendapat yang lebih benar yaitu fardhu kifayah bagi umat ini, berdasarkan dalil-dalil yang ada.Walaupun hukumnya fardhu kifayah, bukan berarti kita boleh kurang memperhatikannya. Karena jihad termasuk amal ibadah yang paling mulia. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pernah ditanya, “Siapakah insan yang peling utama?” Beliau menjawab, “Seseorang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya.” (Muttafaq ‘alaih dari hadits Abu sa’id al-Khudri radhiyallaahu 'anhu).
Pernah Aisyah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, “Kami mengetahui bahwa jihad yaitu amalan yang paling utama, kenapa kita tidak juga berjihad?” Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab, “Jangan, tapi jihad paling utama yaitu haji mabrur.” (HR. Al-Bukhari, dan daam riwayat yang lain, “Jihad kalian (kaum wanita) yaitu haji.”
Dari sini, banyak ulama yang beropini bahwa haji bagi perempuan lebih afdhal daripada jihad. Jihad tidak diwajibkan atas kaum perempuan tanpa perbedaan. (Lihat dalam al-Inshaf dan Majmu’ al-Fatawa).
Imam Ahmad rahimahullaah berkata, “Aku tidak mengetahui ada satu amal sehabis shalat fardhu yang lebih utama daripada jihad.” Dan ketika disebutkan kepada dia perihal jihad, maka dia menangis dan berkata, “Tidak ada satu amal kebaikan yang lebih utama daripadanya.”
Bukan berarti pendapat perihal aturan jihad sebagai fardhu kifayah, jihad tidak wajib atas umat. Tapi fardhu kifayah apabila tidak ada yang menegakkannya maka seluruh umat berdosa. Hal ini sesuai dengan kesepakatan jago ilmu.
Imam al-Mardawi berkata dalam al-Inshaf berkata, “Fardhu kifayah wajib atas semuanya. Dan dinashkan ini dalam urusan jihad. Apabila ada orang yang sudah melaksanakannya maka gugurlah kewajiban tersebut atas yang lain, tapi menjadi sunnah atas mereka.”
Dan apabila dikatakan jihad ini wajib ‘ain maka kewajiban-kewajiban lain pasti akan tertinggal, tidak ada yang bisa melaksanakannya. Dan kalaulha jihad ini hukumnya fardhu ain bagi setiap indvidu dari umat ini, maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tidak akan pernah bisa berjalan-jalan di pasar dan para sahabat tidak akan sempat meletakkan pedang mereka dari pundaknya. Dan mustahil umar akan berkata, “Kesibukan di pasar telah melalaikanku.” Ibnu ‘Auf radhiyallaahu 'anhushallallaahu 'alaihi wasallam mengizinkannya untuk tidak berangkat berjihad karena merawat istrinya, dan mustahil tersisa seorang laki-lakipun di Madinah untuk menjaga kaum perempuan dan anak-anak. juga tidak akan berkata, “Tunjukkan pasar kepadaku.” Begitu juga Utsman, mustahil Nabi
Para ulama juga telah tetapkan syarat adanya bekal dan nafkah untuk keluarga yang ditinggalkan selama dia pergi berjihad (sebagaimana yang disebutkan dalam al-Muqni’, Syarh al-Kabir, dan Al-Inshaf). Kalau jihad ini wajib atas setiap individu, pasti tak seorangpun diberi udzur untuk meninggalkannya, ibarat orang-orang yang keadaannya tidak mampu.
Jihad juga tidak wajib atas kaum wanita, budak, orang-orang mempunyai halangan, dan orang-orang yang mengutarakan alasan untuk tidak ikut keluar. Dan kalau jihad ini hukumnya wajib ‘ain pastinya tidak seorangpun dari mereka yang diberi udzur (alasan) untuk tidak berjihad.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ () وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku tulus kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka tiba kepadamu, supaya kau memberi mereka kendaraan, kemudian kau berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", kemudian mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, karena mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. Al-Taubah: 91-92)
Mereka-mereka yang lemah, sakit, fakir yang tidak mempunyai apa yang bisa mereka nafkahkan, dan juga Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tidak mendapatkan kendaraan untuk mengangkut mereka, Allah telah memperlihatkan izin bagi mereka untuk tidak berjihad dalam kitab-Nya dengan keterangan yang sangat jelas.
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS. Al-Nisa’: 95)
Kalaulah jihad yaitu fardhu ‘ain untuk selama-lamanya maka tidak akan ada kesempatan untuk membandingkan antara mujahidin dengan qaidin (yang tidak keluar berjihad) dan pastinya Allah tidak akan menjanjikan kebaikan untuk semuanya.
Sedangkan eksistensi orang buta dan pincang yang ikut rembug dan memperlihatkan undangan sebagaimana ikut sertanya Amru bin Al-Jamuh al-Anshari radhiyallaahu 'anhu dalam sebuah peperangan, maka semua itu karena semangat yang muncul dari diri mereka bukan karena hal itu diwajibkan atas mereka.
Kapan Jihad Menjadi Fardhu ‘Ain
Para ulama telah tetapkan bahwa jihad tidak menjadi fardhu ‘ain kecuali dalam tiga kondisi:Pertama, apabila dua pasukan sudah bertemu dan berhadapan berdasarkan firman Alla Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kau bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kau membelakangi mereka (mundur).” (QS. al-Anfal: 15)
Kedua, apabila orang-orang kafir sudah memasuki negeri muslim, bagi penduduk negeri wajib berperang melawan dan mengusir mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kau itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu.” (QS. Al-Taubah: 123)
Ketiga, Apabila imam sudah memperlihatkan suatu kaum untuk keluar berjihad maka mereka wajib keluar berdasarkan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Maka apabila kalian diperintah untuk keluar berjihad, maka keluarlah!.” (Muttafaq ‘alaih)
Wallahu a’lam. (PurWD/voa-islam.com)
Ditarjamahkan oleh Purnomo WD dari goresan pena Syaikh Abdurrahman bin Abdillah al-Sahim dari www.saaid.net.
Contoh dan Bentuk Jihad
Bentuk Jihad :Ber-Jihad tidak selalu harus identik dengan ber-perang secara lahiryah / fisik , alasannya Jihad , antara lain , sanggup berbentuk :
- Perjuangan dalam diri sendiri untuk menegakkan syariat Islamiah
- Perjuangan terhadap orang lain , baik mulut , goresan pena atau tindakan
- Jihad dalam bentuk pertempuran : QITAL (Contoh: At-Taubah – Ayat 111 , disebut sebagai “qital” dengan arah : “fisabilillah” – Perang dijalan Allah , tidak disebut “jihad” dengan arah “fisabilillah”)
- Islam membenci peperangan , tetapi mewajibkan berperang , kalau dan hanya kalau , muslim diserang (karena agama) terlebih dahulu dan diusir dari negeri-nya ( hingga suatu batas mutlak yang ditentukan . Terlalu luas untuk dijabarkan disini ).
Surat An Nisaa’ – 4:84Sesungguhnya Allah hanya melarang kau mengakibatkan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kau dari negerimu , dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa mengakibatkan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Maka berperanglah ( qatil ) kau pada jalan Allah, tidaklah kau dibebani melainkan dengan kewajiban kau sendiri . Kobarkanlah semangat para mu’min (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya)Al Mumtahanah 60:9
Saat ber-Jihad :
Jihad harus dilakukan setiap ketika , dalam kesadaran 24 jam sehari , sepanjang tahun , seumur hidup . Kerena didalamnya (antara lain) termasuk
- Perjuangan untuk tidak melaksanakan hal-hal yang dihentikan oleh allah SWT
- Berjuang untuk mau menjalankan perintahnya-perintahnya Seperti melawan rasa kantuk dan hirau taacuh yang menghalangi Shalat Subuh , atau bersabar untuk mengendalikan amarah, dsb .
Jihad dalam bahasa Arab bermakna “berjuang” atau “berusaha keras” , dan ini sanggup diberlakukan bagi siapa saja , baik muslim maupun bukan muslim .
Contoh :
Surat Al Ankabuut – Ayat 8Disini dilakukan oleh orang renta yang memaksakan ( berusaha keras ) supaya anak-nya yang muslim kembali kepada ke-kafir-an .
Dan Kami wajibkan insan (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. Dan kalau keduanya memaksamu (jahadaka) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu perihal itu, maka janganlah kau mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, kemudian Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kau kerjakan.
Dalam banyak terjemahan , jihad diartikan sebagai Perang Suci , sementara dalam Islam sendiri dihentikan untuk memulai suatu peperangan , kecuali bila sudah tidak sanggup dielakkan , atau memang bisa dipertanggung jawabkan secara agama (eg: untuk membela diri , atau karena diserang terlebih dahulu ).
“Perang Suci” bila diterjemahkan dalam bahasa Arab yaitu : “harbun muqaddasatu” (atau “al-harbu al-muqaddasatu”) . Tidak ada dalam Al-Qur’an atau kumpulan Hadits (asli) yang meng-arti-kan kata “jihad” sebagai “Perang Suci” , melainkan “perjuangan” atau “berusaha keras” .
Amat disayangkan bahwa banyak penulis Islam yang terpengaruh atas propaganda penterjemah barat yang mengartikan jihad sebagai “Perang Suci”. Bisa saja dalam literatur barat mereka salah mengartikan jihad sebagai suatu bentuk semacam “Perang Salib” dalam sejarah Katolik .
Sekali lagi , Tidak !. Jihad bukan ber-konotasi “Perang” . Sebab perang dalam bahasa Arab yaitu : “HARB” atau “QITAL” , dan ini disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits sebagai kata “perang dalam arti fisik” .
Bagi muslim , jihad berarti “perjuangan” atau “beruasaha dengan keras” . Yang kemudian ber-transformasi sebagai kata yang mempunyai makna atau arti khusus , “membela agama” . Hal ini tentunya karena kata jihad yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits , ibarat teladan dalam beberapa ayat sebagai berikut :
Contoh 1 :
Surat At Taubah – Ayat 24 :Jelas disini bahwa “jihad” merupakan kata-kerja “berjuang” . Yang mana tentunya harus ditunjukkan arah atau sifat “perjuangan”-nya , yaitu : “di-jalan-Nya” , jalan kebenaran membela pedoman Allah” . Sebab bisa saja “ber-jihad” membela negara . Seandainya “jihad” berarti “Perang Suci” , maka kiranya cukup disebutkan “ber-Jihad” , tanpa “di jalan-Nya” ( Silahkan buka Al-Qur’an dalam goresan pena / bahasa Arab-nya ) .
Katakanlah: “jika bapa-bapa , belum dewasa , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kau usahakan, perniagaan yang kau khawatiri kerugiannya, dan daerah tinggal yang kau sukai, yaitu lebih kau cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari ber-jihad di jalan-Nya , maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan NYA”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Contoh 2 :
Surat Al Furqaan – Ayat 52 :
Maka janganlah kau mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah (jahidhum) terhadap mereka dengan Al Qur’an dengan jihad (jihada) yang besar.
Daklam ayat ini yaitu mengenai ber-jihad (berjuang) internally (dalam diri sendiri) , yaitu dengan kebenaran yang dibekali kepada kita dalam Al-Qur’an , supaya tidak hingga terpengaruh atau mengikuti jalan-jalan orang kafir . Dan berhindarlah dengan usaha yang besar . Kita harus berjuang supaya tidak terpengaruh orang pemikiran kafir , yakinkanlah diri kita akan kebenaran yang ada dalam Al-Qur’an . Yakinkanlah dengan usaha akbar . Biarkan mereka jalan pada jalan-nya sendiri , dan kita pada jalan Al-Qur’an , ibarat yang tercantum dalam ayat berikutnya :
Surat Al Furqaan – Ayat 53 :Dari kedua ayat ini , terperinci bahwa Jihad tidak harus berarti dengan menyerang orang lain . Sebab Allah yang mengakibatkan mereka demikian , supaya sanggup memberi pengajaran kepada kita . Oleh alasannya itu justru SALAH kalau kita menyerang mereka terlebih dahulu , alasannya itu berarti kita “membobol dinding” yang telah dijadikan Allah sebagai pembatas , supaya kita tidak ter-cemar . Bila kita membobol dinding , maka karenanya justru air kita yang “tawar dan segar” akan terkotori menjadi “asin dan pahit” .
Dan Dialah yang membiarkan dua maritim yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.
25:52It is He Who has let free the two bodies of flowing water: One palatable and sweet and the other salt and bitter; yet has He made a barrier between them a partition that is forbidden to be passed.
Therefore listen not to the Unbelievers but strive against them with the utmost strenuousness with the (Qur’an).25:53
KESIMPULAN : Pada dasar kata arti jihad yaitu “berjuang” atau “ber-usaha dengan keras” , namun tidak harus berarti “perang dalam makna “fisik” . Kalau kini jihad telah sering diartikan sebagai “perjuangan untuk agama” , memang bisa saja dibenarkan , walau itu tidak harus berarti usaha fisik . Bila meng-arti-kan jihad hanya sebagai peperangan fisik , dan extern , untuk membela agama bisa sangat ber-bahaya , alasannya akan gampang di-manfaat-kan , dan rentan terhadap fitnah . Berjihad dengan perang fisik terperinci dinyatakan sebagai QITAL .
Kalau mau meng-artikan Jihad sebagai “perjuangan membela agama” , maka lebih sempurna bila dikatakan bahwa ber-Jihad yaitu : “perjuangan menegakkan syariat Islam” . Sehingga berjihad harus -lah dilakukan setiap ketika , 24 jam sehari , sepanjang tahun , seumur hidup .
- Jihad bisa ber-arti ber-juang “Menyampaikan atau menjelaskan kepada orang lain kebenaran Ilahi , walaupun bisa digebukin orang banyak” .
- Atau bisa ber-jihad dalam diri kita sendiri untuk “tidak mencuri atau men-jarah walau kita sedang lapar” .
- Atau -pun bisa ber-jihad dengan “Tidak ber-riya dalam keadaan banyak rakyat sedang sulit sembako” ,
- Bisa saja ber-jihad yaitu : “Memaksakan diri untuk bangkit pagi dan shalat Subuh , walau masih mengantuk dan dingin“
- dlsb .
- contoh jihad
- jihad islam
- macam macam jihad
- makalah jihad
- hukum jihad
- jihad dan terorisme
- jihad dalam islam
- jihad video
0 comments