Pengertian, Jenis dan Ciri-ciri Wacana Serta Contoh Makalah Tentang Wacana |
Wacana bisa berbentuk kata, kalimat, paragraf, maupun karangan secara utuh yang lebih luas, menyerupai berbentuk buku atau artikel yang berisi ulasan lengkap. Unsur kata dalam sebuah wacana bukan kata yang lepas konteks, harus berpotensi sebagai kalimat sebagai keutuhan unsur makna dan konteks yang melingkupinya.
Dalam blog ini, akan dipublikasikan artikel-artikel dalam kategori wacana yang merupakan komunikasi, percakapan, pertukaran ide dan proses memperlihatkan pertimbangan berdasarkan kecerdikan sehat, yang bekerjasama dengan problem pendidikan pada khususnya. Wacana-wacana tersebut bisa berasal dari tokoh, pejabat maupun orang yang paham dan peduli dengan kemajuan pendidikan Indonesia, yang dikutip dari beberapa situs terpercaya maupun media masa offline.
Mengingat wacana berasal dari pihak lain yang mustahil sanggup diedit, maka akan terjadi persamaan isi dengan sumber. Admin blog hanya ingin mengembangkan informasi dan berusaha mengedit tanpa harus mengurangi maksud dan tujuan. Harapan kami, semoga wacana-wacana yang ada sanggup bermanfaat dan menjadi wangsit bagi semua pihak.
Pengertian Wacana Menurut Para Ahli
Harimurti Kridalaksana
Menurut Harimurti Kridalaksana, Discourse atau Wacana ialah satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dalam hierarki gramatikal.
James Deese
Menurut James Deese, Wacana ialah seperangkat proposisi yang saling bekerjasama untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi untuk penyimak atau pembaca. Kepaduan atau kohesi sendiri harus muncul dari isi wacana, akan tetapi berbagai rasa kepaduam yang dirasakan oleh penyimak atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan yakni pengutaraan wacana tersebut.
Fatimah Djajasudarma (1994:1)
Menurut Fatimah Djajasudarma, Wacana ialah rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep ang masih kasar yang akan melahirkan statement atau pernyataan dalam bentuk wacana atau kalimat.
Henry Guntur Tarigan (1987:27)
Menurut Henry Guntur Tarigan, Wacana ialah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, mempunyai kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal serta selesai yang jelas, berkesimnambungan dan bisa disampaikan secara ekspresi dan tulisan.
I.G.N. Oka dan Suparno (1994:31)
Menurut I.G.N. Oka dan Suparno, Wacana ialah satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap.
Sumarlan dan Kawan-kawan (2009:15)
Menurut Sumarlan dan Kawan-kawan, Wacana ialah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara ekspresi menyerupai ceramah, pidato, obrolan dan khotbah atau secara tertulis menyerupai novel, cerpen, surat, buku dan dokumen tertulis yang dilihat dari struktur lahirnya atau dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren terpadu.
Hasan Alwi dan Kawan-kawan (2000:41)
Menurut Hasan Alwi dan Kawan-kawan, Wacana ialah rentetan kalimat yang bekerjasama sehingga terbentuklah makna yang harmonis diantara kalimat-kalimat tersebut. Dengan begitu sebuah rentetan kalimat tidak sanggup disebut dengan wacana jikalau tidak ada keserasian makna, dan sebaliknya, jikalau rentetan kalimat membentuk sebuah wacana lantaran dari rentetan tersewbut akan terbentuk makna yang serasi.
Contoh Wacana
Perhatikan pola wacana berikut ini:- Dijual. Butuh uang tunai segera. Sebuah rumah tua, luas tanah 1.500 meter persegi dan luas bangunan 200 meter persegi. Peminat yang serius harap hubungi kami. Kami tidak punya waktu untuk melayani perantara.
- Jakarta kebanjiran. Banyak orang galau tidak punya minyak tanah. Wakil presiden tersenyum-senyum ketika menjawab pertanyaan wartawan. Pagi ini kendaraan di jalan tol sangat padat.
Contoh (1) merupakan wacana lantaran semua kalimat membentuk satu kesatuan untuk menunjang satu tema yang utuh, sehingga informatif dan komunikatif. Sedangkan, contoh (2) bukan merupakan wacana lantaran maknanya tidak utuh, tidak saling berkaitan, makna setiap kalimat itu berdiri sendiri-sendiri. Makna kalimat yang satu putus dari makna kalimat yang lain. Akibatnya, tuturan itu tidak mempunyai satu informasi yang selesai, utuh, dan komunikatif.
Jenis atau Macam-macam Wacana
Jenis, Macam atau Bentuk-bentuk wacana bahasa Indoneisa, berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat, baca juga Wujud Wacana. Adapun dari ke-empat bentuk wacana itu, diantaranya ialah Wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi. Berikut Penjelasan Lengkap dari masing-masing bentuk wacana tersebut:- Wacana Narasi, Narasi ialah dongeng yang didasarkan pada urut-urutan suatu insiden atau peristiwa. Narasi sanggup berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi ialah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
- Wacana Deskripsi, Deskripsi ialah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya. Untuk mencapai kesan yang tepat bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
- Wacana Eksposisi, Karangan eksposisi ialah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memperlihatkan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah menyerupai artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi sanggup berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan titik puncak dan antiklimaks.
- Wacana Argumentasi, Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau evaluasi terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi ialah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau materi berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi sanggup berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
Leech mengklasifikasikan wacana berdasarkan fungsi bahasa menyerupai dijelaskan berikut ini;
- Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi, menyerupai wacana pidato;
- Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada akses untuk memperlancar komunikasi, menyerupai wacana perkenalan pada pesta;
- Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, menyerupai wacana informasi dalam media massa;
- Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, menyerupai wacana puisi dan lagu;
- Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari kawan tutur atau pembaca, menyerupai wacana khotbah.
MAKALAH WACANA BAHASA INDONESIA
1 Mei, 2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana ialah salah satu kata yang banyak disebut menyerupai halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, adakala pemakai bahasa tidak mengetahui secara terang apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak digunakan oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Pembahasan wacana berkaitan akrab dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yaitu berbicara dan menulis. Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama memakai bahasa sebagai alat komunikasi.
Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi menyerupai interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf). Realitas wacana dalam hal ini ialah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian arahan atau gejala yang bermakna).
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran ekspresi dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya sanggup berupa sebuah percakapan atau obrolan lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis sanggup berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
Berdasarkan uraian di atas, betapa pentingnya apa itu wacana dan memahaminya supaya tidak terjadinya kesalah pahaman dalam pengertian wacana, maka dari itu kami menbahas topik wacana.
Rumusan Masalah
Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam makalah ini, maka kami membatasi masalah-masalah yang akan dibahas diantaranya:
Untuk mengetahui pengertian wacana?
Kedudukan Wacana?
Macam – macam Wacana?
BAB II
PEMBAHASAN
WACANA
Pengertian Wacana
Istilah Wacana secara etimologi, “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, artinya ‘berkata’, ‘berucap’ (Douglas, 1976:266). Bila dilihat dari jenisnya, maka kata wac dalam lingkup morfologi bahasa Sansekerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada(m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujaran’. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang muncul dibelakang ialah sufiks (akhiran), yang bermakna ‘membedakan’ (nominalisasi). Kaprikornus kata wacana sanggup diartikan sebagai ‘perkataan’ atau ‘tuturan’.
Dalam Kamus Bahasa Jawa Kuno-Indonesia karangan Wojowasito (1989:651), terdapat kata waca yang berarti ‘baca’, kata u/amaca yang artinya ‘membaca’, pamacan (pembacaan), ang/mawacana (berkata), wacaka (mengucapkan), dan wacana yang artinya ‘perkataan’. Kata yang disebut terakhir digunakan dalam konteks kalimat bahasa Jawa Kuno berikut: “Nahan wuwus sang tapa sama madhura wacana dhara” (Demikian sabda sang pandita, ramah perilaku dan perkataananya).
Kata wacana secara umum mengacu pada artikel, percakapan, atau dialog, karangan, pernyataan. Jika kita membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia maka wacana ialah materi bacaan, percakapan atau tuturan. Kata wacana digunakan sebagai istilah yang merupakan padangan dari istilah discourse dalam bahasa Inggris.
Wacana, Discourse, Discursus
Oleh para jago linguis Indonesia dan negara-negara berbahasa Melayu lainya, istilah wacana sebagai mana diuraikan diatas, dikenalkan dan digunakan sebagai bentuk terjemahan dari istilah bahas Inggris ‘discourse’ (Dede Oetomo, 1993:3). Kata discourse sendiri berasal dari bahasa Latin ‘discursus’ yang berarti ‘lari ke sana kemari’, ‘lari bolak-balik’. Kata ini dituturkan dari ‘dis’ (dari/dalam arah yang berbeda) dan ‘currere’ (lari). Kaprikornus discursus berarti ‘lari dari arah yang berbeda’. Perkembangan asal seruan kata itu sanggup digambarkan sebagai berikut.
Dis + curere → discursus → discourse (wacana)
Webster (1983:522) memperluas makna discourse sebagai berikut: (1) Komunikasi kata-kata, (2) ekspresi gagasan-gagasan, (3) risalah tulis, ceramah dan sebagainya. Penjelasan itu mengisyaratkan bahwa discourse berkaitan dengan kata, kalimat, atau ungkapan komunikatif, baik secara ekspresi maupun tulisan.
Unsur pembeda antara ‘bentuk wacana’ dengan ‘bentuk bukan wacana’ ialah pada ada tindakanya kesatuan makna (organisasi semantis) yang dimilikinya. Oleh karenanya, kriteria yang relatif paling menentukan dalam wacana ialah keutuhan maknanya. Ketika seseorang di suatu warung makan mengatakan:
“Soto, es jeruk, dua.”
Ucapan itu sanggup dimaknai sebagai wacana lantaran mengandung keutuhan makna yang lengkap. Keutuhan itu tersirat dalam hal-hal berikut: 1) urutan kata ditata secara teratur, 2) makna dan amanatnya berkesinambungan, 3) diucapkan ditempat yang sesuai (kontekstual), dan 4) antara penyapa dan pesapa saling sanggup memahami makna tuturan singkat tersebut (mutual intelligibility).
Selanjutnya, mari kita perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.
Jaman kini disebut sebagai jaman modern. Sekarang ini banyak orang galau tidak tahu jalan. Kendaraan di jalan tol sangat padat.
Makna dan amanat setiap kalimat pada bentuk (2) di atas sangat terang dan gampang dipahami. Bahkan, terdapat alat kohesi (repetisi) antar kalimat. Misalnya jaman kini – kini ini, tidak tahu jalan – jalan tol. Akan tetapi bentuk tersebut bukan wacana. Hal itu disebabkan, secara keseluruhan bentuk tadi tidak mempunyai kekerabatan makna antar kalimat. Tiap-tiap kalimat berdiri sendiri. Artinya, makna kalimat tersebut satu sama lain terputus. Bentuk tersebut sama sekali tidak komunikatif, sehingga sulit dimengerti kaitan makna antar kalimat yang satu dengan kalimat lainnya.
Contoh tersebut kiranya menjelaskan apa yang dikatan para jago bahasa wacana wacana. Anton M. Moeliono (1988:334), menyampaikan bahwa wacana ialah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan lainnya dalam kesatuan makna. Disamping itu, wacana juga berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.
Menurut Harimurti Kridalaksana (1985:184), wacana ialah satuan bahasa terlengkap dalam hirarki gramatikal, merupakan satuan gramatikal atau satuan bahas tertinggi dan terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk kata, karangan utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Adapun Samsuri (1988:1) memandang wacana dari segi komunikasi. Menurutnya dalam sebuah wacana, terdapat konteks wacana, topik, kohesi dan koherensi. Kohesi ialah adanya keterkaitan antar kalimat. Sedangkan Koherensi ialah adanya keterkaitan antar ide-ide atau gagaan-gagasan kalimat.
HG Tarigan (1987:27) mengemukakan wacana ialah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, mempunyai kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan selesai yang jelas, berkesinambungan, dan sanggup disampaikan secara ekspresi atau tertulis. Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat, misalnya, sanggup disebut sebagai wacana atau bukan wacana tergantung pada keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang melingkupinya.
Jadi, wacana ialah susunan ujaran yang merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi, saling berkaitan dengan koherensi dan kohesi berkesinambungan membentuk satu kesatuan untuk tujuan berkomunikasi, baik secara ekspresi maupun tulisan.
Kedudukan Wacana Dalam Satuan Kebahasaan
Dalam satuan kebahasaan atau hirarki kebahasaan, kedudukan wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi (Harimurti Kridalaksana, 1984:334). Hal ini disebabkan wacana – sebagai satuan gramatikal dan sekaligus objek kajian linguistik mengandung semua unsur kebahasaan yang dibutuhkan dalam segala bentuk komunikasi.
Tiap kajian wacana akan selalu mengaitkan unsur-unsur satuan kebahasaan yang ada dibawahnya, menyerupai fonem, morfem, frasa, klausa, atau kalimat disamping itu, kajian wacana juga menganalisis makna dan konteks pemakaiannya. Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan sketsa dibawah ini.
Bagan Kedudukan Wacana Dalam Satuan Kebahasaan
Bagan di atas menujukan bahwa semakin ke atas, satuan kebahasaan akan semakin besar (melebar). Artinya, satuan kebahasaan yang ada di bawah akan meliputi dan menjadi cuilan dari satuan bahasa yang berada di atasnya. Demikian seterusnya, hingga mencapai unit ‘wacana’ sebagai satuan kebahasaan yang paling besar.
Ragam Wacana
Pengelompokan wacana bergantung pada sudut pandang yang digunakan. Dilihat dari jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi dikenal ada wacana monolog, obrolan dan poligon. Sedangkan dilihat dari tujuan komunikasi, ada wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi dan narasi. Sedangkan dari bentuk akses yang digunakan, dikenal wacana ekspresi dan tulisan. Berikut, klarifikasi mengenai jenis-jenis atau ragam wacana yang telah disebutkan tadi.
Jenis wacana dilihat berdasarkan jumlah peserta
Dalam wacana ini yang terlibat pembicaraan dalam berkomunikasi. Ada tiga jenis wacana berdasarkan wacana jumlah peserta yang ikut ambil cuilan sebagai pembicaraan, yaitu monolog, dialog, dan polilog.
Wacana Monolog
Pada wacana monolog, pendengar tidak memperlihatkan balasan secara pribadi atas ucapan pembicara. Pembicara mempunyai kebebasan untuk memakai waktunya, tanpa diselingi oleh kawan tuturnya. Contoh dari wacana monolog ialah ceramah, pidato.
Wacana Dialog
Kemudian, apabila peserta dalam komunikasi itu ada dua orang dan terjadi pergantian tugas (dari pembicaraan menjadi pendengar atau sebaliknya), wacana yang dibentuknya disebut dialog. Contoh dari wacana dialog, ialah antara dua orang yang sedang mengadakan perbincangan di sekolah. Situasinya bisa resmi dan tidak resmi.
Wacana Polilog
Adapun apabila peserta dalam komunikasi itu lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, wacana yang dihasilkan disebut polilog. Contohnya ialah perbincangan antara beberapa orang dan mereka mempunyai tugas pembicaraan dan pendengar. Situasinya pun bisa resmi dan tidak resmi.
Jenis wacana ditinjau dari tujuan berkomunikasi
Wacana berdasarkan tujuan berkomunikasi, diantaranya wacana argumentasi, persuasi, eksposisi, deskripsi, dan narasi. Untuk lebih jelasnya, berikut klarifikasi kelima wacana tersebut.
Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha menghipnotis pembaca atau pendengar semoga mendapatkan pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logis dan emosional (Rottenberg, 1988:9). Argumentasi ialah semacam bentuk wacana yang berusaha membuktikan suatu kebenaran. Lebih jauh sebuah argumentasi berusaha menghipnotis serta mengubah perilaku dan pendapat orang lain untuk mendapatkan suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti mengenai objek yang diargumentasikan itu. (Gorys Keraf, 1995:10) dilihat dari sudut proses berfikir ialah suatu tindakan untuk membentuk penalaran dan menurunkan kesimpulan. Contoh wacana argumentasi ialah :
Namun, yang menjadi kekawatiran ialah adanya imbas negatif akhir takaran vitamin dan mineral yang dikonsumsi secara berlebihan, terutama oleh mereka yang mempunyai kondisi tubuh yang sehat. Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa multivitamin tidak terbukti sanggup mencegah timbulnya suatu penyakit dan komplemen vitamin juga tiadak bisa memperbaiki gizi yang jelek akhir pola makan yang sembarangan. Bahkan meminum jenis vitamin dan mineral dalam takaran tinggi dalam jangka waktu panjang bisa memicu resiko timbulnya penyakit tertentu. (Reader’s Digest Indonesia, Oktober 2004).
Wacana Eksposisi
Wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada akseptor (pembaca) semoga bersangkutan memahaminya. Eksposisi ialah suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca. Wacana ini digunakan untuk menjelaskan wujud dan hakikat suatu objek, contohnya menjelaskan pengertian kebudayaan, komunikasi, perkebangan teknologi, pertumbuhan ekonomi kepada pembaca.
Wacana ini juga menyajikan klarifikasi yang akurat dan padu mengenai topik-topik yang rumit, menyerupai struktur negara atau pemerintahan, teori wacana timbulnya suatu penyakit. Ia juga digunakan untuk menjelaskan terjadinya sesuatu, beroprasinya sebuah alat dan sebagainya. Contoh wacana eksposisi:
Agar diperoleh hasil maksimal, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Sebelum melaksanakan pemutihan gigi, pasien perlu terlebih dahulu didiagnosis kondisi giginya, menyerupai enamel gigi harus bagus lantaran proses pemutihan berlangsung pada enamel gigi.
- Selain itu juga diperhatikan apakah gigi tersebut masih aktif atau tidak.
- Setelah melaksanakan pencucian gigi, gres dokter akan mengarahkan untuk menentukan produk yang sesuai untuk digunakan (“Tampilkan Gigi Putih Berseri”, Majalah Dewi No.5/XIII).
Wacana Persuasi
Wacana persuasi ialah wacana yang bertujuan menghipnotis kawan tutur untuk melaksanakan perbuatan sesuai yang diharapkan penuturnya. Untuk menghipnotis pembacanya, biasanya digunakan segala daya upaya yang menciptakan kawan tutur terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang memakai alasan yang tidak rasional. Persuasi sesungguhnya merupakan penyimpangan dari argumentasi, dan khusus berusaha menghipnotis orang lain atau para pembaca. Agar pendengar atau pembaca melaksanakan sesuatu bagi orang yang mengadakan persuasi, walaupun yang dipersuasi sebetulnya tidak terlalu percaya akan apa yang dikatakannya itu. Persuasi lebih mengutamakan untuk memakai atau memanfaatkan aspek-aspek pesikologis untuk menghipnotis orang lain. Jenis wacana persuasi yang paling sering kita temui ialah kampanye dan iklan. Contoh wacana iklan sebagai berikut.
“pakai Daia, lupakan yang lain. Dengan harga yang semurah ini, membersihkan tumpukan pakaian kotor Anda, menjadi lebih higienis cemerlang”.
Wacana Deskripsi
Wacana deskripsi ialah bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sedemikian rupa sehingga objek itu, tampaknya sanggup dilihat, dibayangkan oleh pembaca, seolah-olah pembaca dapar melihat sendiri. Deskripsi mempunyai fungsi menciptakan para pembacanya seolah melihat barang-barang atau objeknya. Sebuah diskripsi mengenai rumah diharapkan menyajikan banyak penampilan individu dan karakteristik dari rumah itu, dan beberapa aspek yang sanggup dianalisis, menyerupai besarnya, materi konstruksinya, dan rancangan arsitekturnya.
Secara singkat deskripsi bertujuan menciptakan para pembaca menyadari apa yang diserap penulis melalui panca indranya, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkan, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek yang dideskripsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan panca indra kita, sebuah hamparan sawah yang hijau dan pemandangan yang indah, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan, wajah seorang yang anggun montok atau seseorang yang bersedih hati, alunan musik atau gelegar guntur dan sebagainya. Contoh:
Pada riam pertama bahtera besar berbalik arah, kemudian memasuki riam ketiga dengan cuilan buritan terlebih dahulu, hingga akhirnya… brak! Perahu menghantam watu besar seukuran 4 x 3 meter, dan melekat pada watu dalam keadaan miring. (“Jeram Maut,” Reader’s Digest Indonesia¸Oktober 2004).
Wacana Narasi
Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Pada wacana narasi terdapat unsur-unsur dongeng yang penting, menyerupai waktu, pelaku, peristiwa. Adanya aspek emosi yang dirasakan oleh pembaca atau penerima. Melalui narasi, pembaca atau akseptor pesan sanggup membentuk gambaran atau imajinasi. Contoh wacana narasi:
Sewaktu saya duduk di ruang pengadilan yang penuh sesak itu, menunggu perkaraku disidangkan, dalam hatiku bertanya-tanya berapa banyak orang-orang hari ini di sini yang merasa, menyerupai apa yang kurasakan bingung, patah hati, dan sangat kesepian. Aku merasa seolah-olah saya memikul beban berat seluruh dunia di pundaku.
Jenis wacana dilihat dari bentuk akses yang digunakan
Saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, bisa dibedakan menjadi wacana ekspresi dan wacana tulisan. Wacana goresan pena ialah rangkaian kalimat yang ditranskripkan dari rekaman bahasa lisan. Adapun wacana tulis ialah teks yang berupa rangkaian kalimat yang memakai ragam tulis. Adapun pola wacana lisan, contohnya percakapan, khotbah (spontan), dan siaran pribadi di radio atau TV. Sedangkan wacana tulis sanggup kita temukan dalam bentuk buku, informasi koran, artikel, makalah.
ALAT-ALAT PEMBENTUK WACANA
Alat-alat pembentuk wacana merupakan unsur-unsur yang membangun atau membentuk wacana. Alat-alat pembentuk wacana itu juga disebut elemen-elemen wacana. Perhatikan pola wacana berikut.
Cara Praktis Melawan Sters
- Kalau pikiran sedang jenuh, cobalah berjalan-jalan di taman. Jika anda suka, berkebunlah. Hasil penelitian menandakan bahwa bercengkraman dengan bunga-bunga dan tumbuhan akan bisa meredam stres, rasa cemas, dan kegelisahan, serta membangkitkan rasa bahagia.
- Tidur, merupakan kesempatan terbaik bagi otak dan tubuh untuk beristirahat. Pastikan anda cukup tidur malam, apabila tidak bisa coba penuhi dengan tidur siang atau sekedar beristirahat di meja kerja anda. Tutup pintu, matikan lampu, dan pejamkan mata, bayangkan anda berada di kawasan yang tenang, damai, dan indah.
- Setelah itu hadapi setres dengan berguru dan belajar. Mungkin dikala sekolah kita sering merasa pusing belajar, tetapi ternyata jikalau Anda sudah bekerja, acara berguru bisa jadi “pelarian” yang menyenangkan. Menurut American Jurnal of Health Promotion, mengambil kursus-kursus selain memperluas wawasan berfikir juga meningkatkan kesehatan jiwa.
- Dari pada mengeluh, lebih baik Anda melihat segala sesuatu dari sisi positifnya. Mereka yang percaya pada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan manusia, biasanya bisa melewati tornado dalam hidupnya dengan lebih baik (diambil dari Majalah Fit9/VII/September 2003).
Elemen-elemen yang terdapat dalam teks wacana pola diatas, elemen yang pertama ialah judul teks. Elemen kedua ialah tubuh teks. Tubuh teks terdiri dari 4 elemen, yaitu paragraf 1, paragraf 2, paragraf 3, dan paragraf 4.
Adapun persyaratan gramatikal dalam wacana sanggup dipenuhi atau dalam wacana itu sudah terbina yang di sebut adanya keserasian kekerabatan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan benar.
Kekohensifan wacana itu dilakukan dengan mengulang kata pembaruan pada kalimat (1) dengan kata pembaruan pada kalimat (2); serta mengulang frase perubahan jiwa pada kalimat (2) perubahan kalimat (3). Adanya pengulangan unsur yang sama itu mengakibatkan wacana itu menjadi koherens dan apik. Namun, pengulangan-pengulangan menyerupai di atas yang tampak kohesif, belum tentu menjamin terciptanya kekoherensian. Kaprikornus syarat terbentunya wacana apabila adanya kohesif dan koherensi.
Alat-alat gramatikal yang sanggup digunakan untuk menciptakan sebuah wacana menjadi kohesif antara lain.
Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Dengan penggunaan konjungsi ini, kekerabatan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih terang bila dibandingkan dengan kekerabatan yang tanpa konjungsi. Contohnya: Raja sakit. Permaisuri meninggal.
Pada pola diatas, kekerabatan antar kalimat pertama dengan kalimat kedua itu tidak jelas: apakah kekerabatan penambahan, apakah kekerabatan alasannya dan akibat, atau kekerabatan kewaktuan. Hubungan menjadi jelas, misal diberi konjungsi, dan menjadi kalimat sebagai berikut:
- Raja sakit dan permaisuri meninggal.
- Raja sakit lantaran permaisuri meninggal.
- Raja sakit ketika permaisuri meninggal.
- Raja sakit sebelum permaisuri meninggal.
- Raja sakit. Oleh lantaran itu, permaisuri meninggal.
- Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal
- Mengunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai referensi anaforsis. Dengan memakai kata ganti sebagai referensi anaforsis, maka cuilan kalimat yang sama tidak perlu di ulang, melainkan diganti dengan kata ganti itu. Maka oleh lantaran itu juga, kalimat-kalimat tersebut saling berhubungan.
- Mengunakan ellipsis, yaitu penghilangan cuilan kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan ellipsis, lantaran tidak di ulangnya cuilan yang sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens sanggup juga dibuat dengan baebagai aspek semantik. Caranya, antara lain:
- Menggunakan kekerabatan kontradiksi pada kedua cuilan kalimat yang terdapat dalam wacana. Misalnya:
- Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
- Saya tiba anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin kita bisa berbicara.
- Menggunakan kekerabatan generik – spesifik; atau sebaliknya spesifik – generik. Misalnya:
- Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-banyaknya dan akan berupaya mengurangi mobil-mobil pribadi.
- Kuda itu jangan kamu pacu terus. Binatang juga perlu istirahat.
- Menggunakan kekerabatan perbandingan antara isi kedua cuilan kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
- Dengan cepat di sambarnya tas perempuan pejalan kaki itu. Bagai elang menyambar anak ayam.
- Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu ahad tidak ketemu nasi.
- Menggunakan kekerabatan sebab-akibat di antara kedua cuilan kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
- Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.
- Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di dalam bus itu.
- Menggunakan kekerabatan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Misalnya:
- Semua anaknya disekolahkan. Agar kelak tidak menyerupai dirinya.
- Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya kemacetan kemudian lintas teratasi.
- Menggunakan kekerabatan referensi yang sama pada dua cuilan kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
- Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di tuduh memacetkan lalulintas.
- Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau beliau tiba si jago merah itu tidak kenal waktu, siang atau pun malam.
ANALISIS WACANA
Seperti dikatakan Stubbs (1983:1), analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah ialah bahwa penggunaan bahasa, menyerupai dalam komunikasi sehari-hari. Data dalam wacana sanggup berupa teks, baik teks lisan, maupun teks tulis. Teks merujuk pada bentuk rangkaian kalimat atau ujaran. Istilah kalimat digunakan dalam ragam bahasa tulis, sedangkan ujara digunakan untuk mangacu pada kalimat dalam ragam bahasa lisan.
Dalam analisi wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal ialah interpretasi berdasarkan konteks, baik konteks linguistik maupun konteks nonlinguistik. Konteks non linguistik yang erupakan koteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga sanggup berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan.
Prinsip interpretasi analogi ialah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Konteks yang diperhatikan ialah yang paling relevan saja dengan situasi yang sedang berlangsung lantaran pengalaman terdahulu sudah cukup membantu untuk memahami wacana.
Dalam analisis wacana juga terdapat istilah kohesi dan koherensi. Istilah tersebut telah dibahas secara sekilas di awal. Kohesi mengacu pada kekerabatan antar cuilan dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Untuk menghubungkan informasi antar kalimat. Contoh kata yang digunakan, menyerupai kata selain, sebab, ini, itu, dan. Koherensi ialah kepaduan gagasan antar cuilan dalam wacana. Dalam sebuah wacana pada tiap kalimatnya terdapat gagasan.
PENYUSUNAN WACANA SEDERHANA DENGAN MEMPERHATIKAN KAIDAH BAHASA
Perhatikan pola wacana berikut ini!
Di negara-negara maju, masakan untuk kebutuhan-kebutuhan khusus, menyerupai untuk diet penurunan berat tubuh atau diet diabetes, sudah lazim dan bisa dengan gampang diperoleh sehingga mereka yang tidak berdiet, tetapi sudah peduli pada kesehatannya pun bisa memanfaatkan produk semacam ini. Mungkin kini ini sudah saatnya pula anda memanfaatkan dengan cara mengkonsumsi produk sejenis. Anda ingin sehat, bukan ? (diambil dari Majalah Fit No.9/VII/September 2003).
Dalam wacana tersebut, terdapat kekerabatan kohesi, contohnya terdapat kata masakan untuk kebutuhan khusus menyerupai diet (kalimat 1). Pada kalimat-kalimat berikutnya juga terdapat pengulangan-pengulangan kata tersebut, dengan mengunakan kata produk macam ini (kalimat 3) atau produk sejenis (kalimat 4). Pada wacana ini pun terdapat kekerabatan koherensi, yaitu terdapat kaitan makna atau ide antara kalimat pertama dengan kalimat-kalimat berikutnya. Kalimat (2), merupakan klarifikasi dari kalimat (1), dan kalimat (3), merupakan klarifikasi dari kalimat (2). Begitu seterusnya.
Pada wacana tersebut, juga terdapat prinsip interpretasi lokal, contohnya terdapat kata, negara-negara maju, sekarang. Sedangkan untuk prinsip interpretasi analogi, pembaca wacana tersebut tentunya sanggup meng interpretasi isi wacana tersebut sesuai dengan pengalamannya dalam mengetahui wacana baiknya mengonsumsi masakan berkalori rendah demi kesehatanya.
Demikianlah pola wacana yang mempunyai kohesi, koherensi, prinsip interpretasi lokal dan prinsip interpretasi analogi didalamnya. Semoga anda sanggup menciptakan sebuah wacana yang mempunyai kaidah-kaidah yang telah di jelaskan sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana ialah salah satu kata yang banyak disebut menyerupai halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, adakala pemakai bahasa tidak mengetahui secara terang apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan.
Kata wacana juga banyak digunakan oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu sanggup berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana sanggup berbentuk ekspresi atau tulis.
DAFTAR PUSTAKA
Anton M. Moeliono (ed). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Douglas, Mc. 1976. Sanskrit Dictionary. New York: Columbia University.
Keraf, Gorys. 1995. Eksposisi: Komposisi Lanjutan II. Jakarta: Grasindo.
Kridaklaksana, Harimurti. 1978. “Keutuhan Wacana” dalam Bahasa dan Sastra th. IV No.1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
——-. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
——-. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Oetomo, Dede. 1993. “Pelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana”, dalam PELLBA 6. Yogyakarta: Kanisius.
Rosdiana, Yusi., dkk. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Rottenberg, Annette T. 1988. Elements of Arguments: A Text and Reader. New York: A Bedford Books ST. Martin’s Press
Samsuri. 1988. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Stubbs, Michael. 1983. Discourse Analysis. Chichago: The University at Chichago Press.
Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Webster. 1983. New Tweentieth Century Dictionary. USA: The World Publishing Company.
Wojowasito. 1989. Kamus Jawa Kuna – Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pencarian yang paling dicari
Pencarian yang paling dicari
- definisi wacana
- materi wacana
- contoh kalimat wacana
- contoh wacana
- wacana kbbi
- makalah wacana
- macam macam wacana
- wacana bahasa indonesia
0 comments